Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Banyumas, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), dan Yayasan TriBhata Banyumas menjalin kerja sama strategis.
Kolaborasi ini bertujuan menyosialisasikan informasi mengenai prosedur restitusi, kompensasi, dan rehabilitasi bagi korban tindak pidana kekerasan seksual.
Langkah ini merupakan wujud nyata komitmen Banyumas untuk menjadi daerah yang ramah dan peduli terhadap korban.
Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Banyumas, Amanda Adelina SH, mengungkapkan, melalui kolaborasi ini, Banyumas diharapkan menjadi contoh daerah yang peduli, berperspektif korban, dan menjunjung tinggi keadilan restoratif.
Kejaksaan Negeri Banyumas, Yayasan Tribhata, dan Universitas Jenderal Soedirman berkomitmen mendorong masyarakat untuk tidak diam terhadap kekerasan seksual dan memahami mekanisme hukum yang tersedia bagi korban.
“Karena keadilan tidak boleh berhenti di ruang sidang, tapi harus hadir dalam kehidupan korban melalui pemulihan, penghormatan, dan keberpihakan nyata,” kata Amanda Adelina.
Dukungan juga datang dari Ahmad Arif Hidayat, SH Kepala Subseksi Penyidikan dan Pengendalian Operasi pada Seksi Tindak Pidana Khusus.
Ia menilai, korban kekerasan seksual memang perlu mendapatkan perhatian serius. Diseminasi ini merupakan langkah strategis sekaligus menunjukkan wujud kehadiran negara.
Mengedukasi dan Menggerakkan Masyarakat
Wakil Rektor III Unsoed, Prof Norman Arie Prayogo, menyambut positif langkah ini. Menurutnya, melalui program diseminasi ini, masyarakat akan mendapatkan informasi yang jelas dan mudah diakses tentang:
Cara mengajukan restitusi (ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku),
Prosedur kompensasi (ganti kerugian dari negara jika pelaku tidak mampu), dan
Layanan rehabilitasi (pemulihan fisik, psikis, serta sosial bagi korban).
“Kegiatan ini akan diwujudkan melalui sosialisasi publik, pelatihan pendamping korban, penyusunan modul edukatif, dan kerja lapangan bersama mahasiswa dan relawan sosial. Dengan demikian, masyarakat tidak hanya menjadi penerima informasi, tetapi juga bagian dari gerakan bersama melawan kekerasan seksual,” kata Prof Norman.
Landasan Hukum dan Semangat Kemanusiaan
Wakil Rektor II Unsoed, Prof Kuat Puji Prayitno, menjelaskan bahwa hak-hak korban kekerasan seksual merupakan hak yang dilindungi negara.
Selain diatur dalam UU TPKS, pelaksanaannya juga diperjelas melalui Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023. Peraturan ini menjamin mekanisme permohonan, penilaian, dan pemberian hak restitusi serta kompensasi.
Namun, Prof Kuat menekankan bahwa aturan hukum tidak akan berarti tanpa pengetahuan dan keberanian masyarakat untuk menuntut keadilan. Karena itu, diseminasi ini bukan sekadar sosialisasi, tetapi juga gerakan perubahan sosial untuk membangun kesadaran bahwa korban tidak sendiri, negara hadir, dan masyarakat turut menjaga.
Pendiri Yayasan Tribhata Banyumas, Nanang Sugiri, mengungkapkan bahwa kerja sama ini lahir dari semangat kolaborasi lintas sektor—melibatkan penegak hukum, lembaga sosial, dan dunia akademik. Tujuannya adalah untuk memastikan setiap korban mendapatkan haknya atas keadilan dan pemulihan yang layak.
“Langkah ini juga menjadi bentuk implementasi nyata dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yang menegaskan pentingnya perlindungan, pemulihan, serta penghormatan terhadap martabat korban,” kata Nanang.
Selanjutnya, penandatanganan kerja sama dan implementasi program ini akan dilaksanakan dalam waktu dekat.



