SADAR tinggal di wilayah rawan bencana, warga Desa Dawuhan, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara, memilih langkah cerdas untuk melindungi lingkungannya. Sejak lebih dari satu dekade lalu, mereka melakukan konservasi lahan dengan menanam kopi, tanaman yang tak hanya menahan longsor, tapi juga mendatangkan keuntungan ekonomi.
Perangkat Desa Dawuhan, Tuhri, menjelaskan, inisiatif konservasi ini bermula pada tahun 2012. Saat itu, wilayah Dawuhan dikenal sebagai daerah dengan risiko tanah longsor tinggi, terutama di area lereng perbukitan yang sebelumnya ditanami jagung.
“Dulunya di lereng-lereng tebing warga banyak menanam jagung. Tapi tanahnya jadi mudah erosi dan sering longsor, terutama saat musim hujan. Sejak 2012, warga mulai beralih menanam kopi,” ujar Tuhri.
Menurutnya, berkat pendampingan dan sosialisasi dari berbagai pihak, masyarakat mulai menyadari pentingnya tanaman keras seperti kopi untuk memperkuat struktur tanah. Kini, setelah belasan tahun berjalan, kondisi tanah di Dawuhan jauh lebih stabil.
“Alhamdulillah sekarang sudah sangat jarang terjadi longsor. Selain itu, tanaman kopi juga membuat lahan lebih hijau dan produktif,” katanya.
Namun, peralihan dari jagung ke kopi tidak berlangsung mudah. Masa tanam kopi yang membutuhkan waktu hingga empat tahun sebelum panen membuat sebagian warga sempat ragu. Meski begitu, hasil kini membuktikan, pilihan itu tak sia-sia.
“Awalnya susah karena butuh waktu lama untuk panen. Tapi sekarang kopi Dawuhan punya nilai ekonomi tinggi. Bahkan jadi produk unggulan desa,” kata Tuhri.
Saat ini, luas lahan kopi di Desa Dawuhan mencapai sekitar 25 hektare, dengan 5 hektare di antaranya sudah berproduksi. Jenis kopi arabika menjadi primadona, karena cocok dengan kondisi geografis setempat dan memiliki cita rasa khas pegunungan Banjarnegara.
Petani kopi lokal, Nur Kodar, turut merasakan manfaat besar dari perubahan tersebut. Ia menuturkan, hasil panen kopi lebih menguntungkan dibanding tanaman semusim seperti jagung atau sayuran.
“Kalau dihitung-hitung, kopi ini hasilnya lebih optimal. Dulu banyak lahan kosong atau batuan wadas yang tidak menghasilkan. Sekarang semua bisa dimanfaatkan,” ucapnya.
Selain memberikan penghasilan tambahan, penanaman kopi juga berdampak positif pada kelestarian lingkungan. Daerah yang dulunya sering terjadi erosi kini jauh lebih aman dan hijau.
“Sekarang jarang sekali terjadi longsor. Jadi menanam kopi bukan hanya untuk kebutuhan ekonomi, tapi juga untuk menjaga alam,” katanya.
Keberhasilan warga Dawuhan ini menjadi contoh nyata bagaimana konservasi bisa berjalan seiring dengan peningkatan ekonomi masyarakat. Dari lereng-lereng yang dulu rawan longsor, kini tumbuh subur tanaman kopi yang menyejahterakan warga sekaligus menjaga keseimbangan alam.



