KASUS HIV dan AIDS di Kabupaten Banjarnegara masih menjadi perhatian serius. Berdasarkan data surveilans Dinas Kesehatan (Dinkes) Banjarnegara, sepanjang tahun 2025 tercatat 60 kasus HIV dan 11 kasus AIDS.
Meski jumlah tersebut masih di bawah 5 persen dari total penduduk dan dikategorikan rendah, tren peningkatan setiap tahun tetap menjadi peringatan penting bagi masyarakat.
Koordinator Tim Kerja Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Banjarnegara, Tri Prapto Kurniawan, mengatakan, peningkatan kasus HIV/AIDS sudah terlihat sejak tahun 2017 dan sempat mencapai puncaknya pada 2020 dan 2021.
“Pada 2020 tercatat 87 kasus AIDS, sedangkan pada 2021 ditemukan 83 kasus. Untuk HIV, trennya justru cenderung meningkat beberapa tahun terakhir, mencapai 61 kasus pada 2024 dan 60 kasus pada 2025,” katanya.
Menurut Tri, sebagian besar penderita yang ditemukan merupakan pendatang yang datang ke Banjarnegara dalam kondisi sudah memasuki fase lanjut penyakit.
“Rata-rata mereka datang sudah pada fase lanjut. Kebanyakan bukan warga asli, tapi pendatang,” ujarnya.
Kasus HIV Didominasi Laki-Laki
Sejak 2019, kasus HIV/AIDS di Banjarnegara paling banyak ditemukan pada kelompok laki-laki. Hal ini disebabkan meningkatnya kesadaran kaum pria untuk memeriksakan diri setelah memiliki riwayat perilaku berisiko.
“Banyak yang memiliki kebiasaan gonta-ganti pasangan atau berhubungan dengan pekerja seks. Mereka mulai sadar pentingnya pemeriksaan dan datang ke fasilitas kesehatan,” katanya.
Hubungan Heteroseksual Jadi Jalur Utama Penularan
Dari sisi pola penularan, 72 persen kasus HIV di Banjarnegara ditularkan melalui hubungan heteroseksual, sementara kelompok lelaki seks dengan lelaki (LSL) menyumbang sekitar 18 persen. Pada tahun 2019, kasus HIV di kelompok LSL bahkan sempat meningkat hingga tiga kali lipat.
Tri menegaskan bahwa saat ini seluruh Puskesmas di Banjarnegara sudah menyediakan layanan pemeriksaan dan pengobatan HIV serta infeksi menular seksual (IMS).
“Aksesnya mudah, tidak perlu keluar daerah. Pemeriksaan dan pengobatan juga tidak dikenakan biaya alias gratis,” tegasnya.
Edukasi dan Deteksi Dini Kasus HIV Terus Ditingkatkan
Untuk menekan angka penularan, Dinas Kesehatan terus memperkuat peran puskesmas, fasilitator sebaya, dan pendamping masyarakat dalam memberikan edukasi pencegahan HIV/AIDS. Selain itu, kampanye deteksi dini terus digencarkan agar kasus bisa ditemukan lebih cepat sebelum berkembang menjadi AIDS.
Tri juga mengingatkan pentingnya penerapan prinsip ABCDE dalam pencegahan HIV:
- A (Abstinent): Menjaga diri dari hubungan seksual berisiko.
- B (Be Faithful): Setia pada satu pasangan.
- C (Condom): Menggunakan kondom saat berhubungan berisiko.
- D (Don’t Use Drugs): Tidak memakai jarum suntik bergantian.
- E (Education): Meningkatkan edukasi dan pemahaman tentang HIV/AIDS.
“Pemeriksaan itu mudah, pengobatan tersedia, dan semuanya gratis. Yang penting adalah kesadaran untuk memeriksakan diri sejak dini agar tidak terlambat,” pungkas Tri.



