
SEPUTARBANYUMAS.COM- Kasus dugaan korupsi pengadaan lahan oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Cilacap Segara Artha (CSA) terus menyeret nama-nama besar di lingkaran pemerintahan daerah. Salah satunya, mantan Penjabat (Pj) Bupati sekaligus mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Cilacap, Awaluddin Muuri, yang kini duduk di kursi terdakwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang.
Pada sidang yang digelar Jumat (3/10/2025), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah mengungkap skema penyalahgunaan kewenangan dalam proyek pengadaan lahan senilai Rp237 miliar. Dalam dakwaan disebutkan, praktik tersebut melibatkan sejumlah pejabat daerah dan pihak swasta dengan pola pembagian keuntungan dari hasil transaksi lahan.
Skema Pengaturan Fee dan Modus Awal Kasus
Jaksa Teguh Ariawan dalam pembacaan dakwaan menjelaskan bahwa Andhi Nur Huda, mantan Direktur PT Rumpun Sari Antan, berperan sebagai aktor utama. Ia diduga menyiapkan “jatah khusus” bagi pejabat Pemerintah Kabupaten Cilacap yang berperan memuluskan jalannya transaksi pembelian lahan.
Andhi disebut mengalokasikan dana sebesar Rp11,5 miliar untuk dibagikan kepada pejabat daerah sebagai imbalan atas bantuan dalam penyesuaian regulasi dan pembentukan BUMD baru.
Kasus ini bermula dari tawaran Andhi untuk menjual lahan milik PT Rumpun Sari Antan di Kecamatan Cipari kepada Perumda Kawasan Industri Cilacap. Namun, karena Perumda tidak memiliki bidang usaha di sektor perkebunan, rencana itu gagal terlaksana. Kesempatan tersebut lantas dimanfaatkan dengan membentuk BUMD baru, PT Cilacap Segara Artha (CSA), agar pembelian lahan tetap bisa dilakukan.
Peran Pejabat Daerah dan Proses Pembentukan BUMD
Dalam prosesnya, muncul peran penting dua pejabat daerah, yakni Awaluddin Muuri selaku Sekda Cilacap dan Iskandar Zulkarnain, Pelaksana Tugas Direktur Perumda Kawasan Industri Cilacap. Keduanya diduga aktif dalam memuluskan kerja sama dengan Andhi untuk melanjutkan rencana pembelian tanah tersebut.
Jaksa menilai, kedua pejabat itu tidak sekadar mengetahui, tetapi juga terlibat langsung dalam pengambilan keputusan. Mereka bahkan diduga telah sepakat untuk mendapatkan bagian dari fee yang dijanjikan. Jika transaksi berhasil, Rp11,5 miliar akan dipotong langsung dari pembayaran pembelian lahan sebagai bagian dari “komitmen” proyek.
Transaksi Lunas, Lahan Tak Dikuasai
Transaksi pengadaan lahan itu akhirnya terlaksana dalam kurun waktu 2023 hingga 2024, dengan total nilai mencapai Rp237 miliar. PT CSA sebagai BUMD baru membeli lahan seluas 716 hektare dari PT Rumpun Sari Antan. Namun, setelah seluruh pembayaran dilunasi, muncul fakta mengejutkan: lahan tersebut tidak bisa dikuasai oleh BUMD.
Penyebabnya, tanah itu masih berada di bawah penguasaan Kodam IV/Diponegoro. PT Rumpun Sari Antan hanyalah unit usaha di bawah yayasan milik Kodam, bukan pemilik sah atas tanah yang dijual. Akibatnya, BUMD tidak memperoleh hak atas lahan, sementara uang ratusan miliar rupiah telah berpindah tangan.
Aliran Uang dan Dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang
Dana hasil transaksi tidak pernah dikembalikan. Uang dari rekening BUMD berpindah ke tangan Andhi Nur Huda, yang kemudian menyalurkan sebagian kepada sejumlah pejabat daerah. Jaksa mencatat, Rp1,8 miliar diberikan kepada Awaluddin Muuri dan Rp4,3 miliar kepada Iskandar Zulkarnain. Sisanya, sekitar Rp230,9 miliar, digunakan Andhi untuk kepentingan pribadi.
Dari hasil penyidikan, dana tersebut digunakan untuk membeli tanah, rumah, dan kendaraan mewah di berbagai daerah, mulai dari Klaten, Sukoharjo, Surakarta, hingga Bali. Selain itu, jaksa juga menemukan indikasi kuat adanya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) karena Andhi diduga berupaya menyamarkan asal-usul dana melalui pembelian aset dan properti.
Jerat Hukum dan Respons Terdakwa
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat pasal berlapis dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Awaluddin Muuri dan Iskandar Zulkarnain dikenai Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf b, dan Pasal 12B. Sementara itu, Andhi Nur Huda dijerat Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5 ayat (1) huruf a, dan Pasal 13.
Dalam persidangan, terdakwa Awaluddin Muuri memilih mengajukan eksepsi atau keberatan, sedangkan dua terdakwa lainnya menyatakan menerima dakwaan jaksa.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan pejabat daerah dengan posisi strategis. Skandal tersebut membuka tabir tentang bagaimana kebijakan dan kewenangan publik bisa diselewengkan menjadi alat kepentingan pribadi.
Skandal BUMD CSA ini sekaligus menjadi peringatan keras bagi pemerintah daerah lainnya tentang pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan yang ketat dalam pengelolaan keuangan BUMD serta setiap kebijakan publik yang bernilai ekonomi besar.


