
SEPUTARBANYUMAS.COM- Komunitas Teater Sastra Perwira (Katasapa) Purbalingga menggelar pentas Panggung Sastra Bulan Bahasa di Rumah Budidoyo, Desa Kalikajar, Kecamatan Kaligondang, Purbalingga, pada Sabtu (18/10/2025) malam. Kegiatan itu berlangsung di tengah guyuran hujan malam minggu.
Ketua Katasapa, Agustav Triono, menjelaskan Bulan Bahasa dan Sastra diperingati sebagai pengingat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.“Salah satu ikrar Sumpah Pemuda adalah menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. Oktober dirayakan sebagai Bulan Bahasa dan Sastra untuk mengenang peran besar bahasa Indonesia sebagai pemersatu bangsa,” ujar Agustav.
Katasapa Purbalingga berupaya mengambil bagian dalam menjaga semangat kebahasaan dan kesusastraan dengan menghadirkan ruang ekspresi bagi seniman. Koordinator acara, Deka Aepama, menambahkan bahwa Panggung Sastra menampilkan beragam bentuk seni seperti pembacaan puisi, monolog, dramatik reading, dan diakhiri dengan diskusi tentang sastra dan seni pada umumnya. “Rumah Budidoyo bisa menjadi tempat alternatif baru bagi pegiat seni untuk mengekspresikan sekaligus mengapresiasi karya-karya mereka,” tutur Deka.
Acara diawali dengan pembacaan puisinya berjudul Anak-anak Bernyanyi di Jalanan. Disusul Deka Aepama yang membawakan Sajak Sebatang Lisong karya WS Rendra, dan sastrawan muda Ikrom Rifa’i juga turut tampil membacakan puisinya. Penampilan lain datang dari Trisnanto Budidoyo, ketua Dewan Kesenian Purbalingga yang memukau penonton melalui monolog bertema demokrasi juga beberapa penampilan baca puisi dari pegiat dan peminat sastra yang hadir.
Salah satu penampilan yang paling mendapat apresiasi malam itu adalah Putri Marila, pegiat teater muda Purbalingga ini membawakan monolog Balada Sumarah karya Tentrem Lestari. Di dalamnya mengisahkan perjuangan seorang perempuan bernama Sumarah yang menghadapi penindasan dan ketidakadilan sejak era pasca-1965 hingga menjadi tenaga kerja wanita di luar negeri. Melalui pementasan itu, penonton diajak merenungi potret perempuan Indonesia yang terpinggirkan oleh sistem, kemiskinan dan ketidakadilan.
Malam itu, pegiat Katasapa juga menampilkan dramatik reading bentuk pembacaan naskah drama secara ekspresif dan penuh penghayatan. Meskipun belum populer di Purbalingga, “Dengan kegiatan seperti Panggung Sastra Bulan Bahasa, Katasapa Purbalingga membuktikan bahwa sastra masih memiliki ruang yang hangat di tengah masyarakat,” imbuh Gustav.


