
SEPUTARBANYUMAS.COM – Musim panen kini tak lagi menjadi momok bagi para petani di Desa Mernek, Kecamatan Maos, Cilacap. Jika dulu langit mendung bisa mengubah harapan menjadi kekhawatiran, kini senyum petani tetap merekah meski matahari enggan bersinar. Rahasianya? Sebuah alat canggih bernama Pinky Rudal.
Pinky Rudal, singkatan dari Pengering Padi Siasat Perubahan Iklim untuk Ketahanan Pangan Lokal, merupakan inovasi teknologi tepat guna hasil program CSR Fuel Terminal Maos, PT Pertamina Patra Niaga. Alat ini hadir sebagai jawaban atas tantangan besar perubahan iklim yang menghantui dunia pertanian.
Dengan memadukan tenaga surya dan LPG Bright Gas, Pinky Rudal mampu mengeringkan gabah tanpa bergantung pada panas matahari. Proses pengeringan yang dulu memakan waktu berhari-hari kini bisa dipangkas drastis—lebih cepat, lebih hemat, dan tetap menjaga mutu hasil panen.
Bagi warga Mernek yang hidupnya bergantung pada sawah dan ladang, kehadiran Pinky Rudal bagaikan angin segar yang membawa harapan baru. Teknologi ini bukan sekadar alat, tapi simbol kemandirian dan adaptasi cerdas terhadap perubahan zaman.
“Sebelumnya aktivitas menanam, memanen, lalu mengeringkan gabah sangat tergantung pada cuaca. Namun dengan adanya Pinky Rudal, petani tidak lagi bergantung pada cuaca dalam proses pengeringan gabah,” ujar Taufiq Kurniawan, Area Manager Communication, Relation & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah.
Program ini melibatkan Kelompok KAWISTA kelompok petani lokal Mernek dengan dukungan alat, pelatihan, dan pendampingan dari Pertamina. Alhasil, para petani mampu mengoperasikan alat ini secara mandiri dan profesional.
Salah satu petani, Suyitno, mengaku alat ini sangat membantu dan bahkan kini menjadi rebutan. “Kami sampai terpaksa menolak orderan jika musim hujan. Karena saking banyaknya kelompok tani lain yang ingin memanfaatkan Pinky Rudal,” ujarnya.
Tak berhenti di situ, Desa Mernek juga mendapat suntikan inovasi dari Adosistering, startup teknologi hasil program Pertamuda Pertamina yang dikembangkan mahasiswa Telkom University. Inovasi irigasi berbasis Internet of Things (IoT) ini diklaim mampu menghemat air hingga 50 persen dan mengurangi penggunaan pupuk sebesar 20 persen.
“Alat irigasi berbasis IoT ini mampu mengoptimalkan penggunaan air hingga 50 persen dan mengurangi penggunaan pupuk hingga 20 persen,” jelas Dewi, penggagas Adosistering.
Teknologi tersebut dipamerkan langsung di hadapan Wakil Bupati Cilacap, Ammy Amalia Fatma Surya, dan Asisten Deputi BUMN bidang TJSL, Edi Eko Cahyono, dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia (5/6).
“Hari ini, kita menyaksikan banyak teknologi tepat guna, terutama dalam hal pertanian Cilacap. Saya sangat mengapresiasi inovasi teknologi tepat guna yang sudah diterapkan di masyarakat. Penerapan teknologi tepat guna ini, menjadi contoh untuk daerah-daerah lain,” ujar Ammy.
Inovasi serupa juga hadir di desa-desa lain, seperti kincir air Hy-Surya untuk budidaya ikan sidat di Desa Lomanis. Kincir ini menggunakan panel surya untuk menghemat listrik hingga Rp2,3 juta per tahun, sekaligus menjaga kadar oksigen di kolam. Ada pula mesin pencetak pakan ikan “Waste to Pellet”, yang mengolah limbah menjadi pakan murah dan berkualitas.
Berbagai inovasi ini menjadi cerminan nyata bagaimana teknologi, lingkungan, dan masyarakat dapat bergerak selaras. Pertanian tak lagi bergantung pada cuaca, dan desa kini tak lagi tertinggal dalam arus perubahan zaman.

 
 
 
 
 
 
 