
SEPUTARBANYUMAS.COM – Bulan sura menjadi berkah tersendiri bagi para perajin tenong di Banjarnegara, sebab pada bulan ini, banyak masyarakat yang menggelar berbagai tradisi budaya dan membutuhkan tenong.
Tenong merupakan satu tempat makanan yang terbuat dari anyaman bambu, tenong menjadi bagian penting dalam berbagai kegiatan bidaya dan tradisi dalam perayaan suranan maupun ruwat bumi, termasuk tradisi sadran saat jelang bulan Ramadan.
Pada bulan Sura ini, para perajin tenong ikut mendapatkan berkahnya, bagaimana tidak, selama 1 bulan, omzet menerak meningkat drastis hingga 80 persen. Tak hanya itu, harga jual juga mengalami kenaikan dari sebelumnya Rp 40 ribu per buah, saat ini meningkat menjadi Rp 50 ribu hingga Rp 55 ribu per buah.
Perajin yang juga pengepul tenong asal Banjarnegara Suwarso mengatakan, pada momentum bulan sura ini, kerajinan tenong asal Banjarnegara laris manis, sebab dalam sebulan permintaan tenong bisa mencapai 3.000 buah, hal ini meningkat tajam jika dibandingkan bulan-bulan biasa yang hanya mampu menjual sekitar 1.600 buah.
“Pada Suranan ini, perajin tenong juga ikut ketiban rizki, sebab selama bulan Sura ini, kita sudah bisa menjual sekitar 3.000 tenong, peningkatan ini sangat signifikan, sebab kalau hari biasa, penjulaan tenong dalam sebulan berkisar pada angka 1.600 tenong,” katanya.
Menurutnya, ada dua momentum penting dan berkah bagi para perajin tenong, yakni bulan Syaban dan Sura. Peningkatan permintaan ini sudah dirasakan sejak tiga tahun terakhir, khususnya saat musim Sadran atau sebelum bulan puasa dan Sura seperti saat ini.
“Karena di bulan Sura ini ada tradisi budaya seperti ruat bumi, Suranan, serta tradisi budaya lainnya, sehingga para perajin tenong ini juga ikut kebagian berkahnya,” katanya.
Dikatakannya, tenong menjadi bagian tak terpisahkan dalam tradisi budaya Suranan maupun Sadran, dimana tenong digunakan sebagai sarana untuk membasa makanan maupun jajanan tradisional dalam kegiatan sedekah bumi atau Suranan.
“Sejak tiga tahun terakhir, banyak desa yang menggelar tradisi ruat bumi maupun Sadran, saat itu pula permintaan tenong meningkat drastis, sayangnya jumlah perajin tenong di Banjarnegara saat ini banyak berkurang dan masih didominasi oleh perajin usia lanjut,” katanya.
Tingginya permintaan tenong juga berimbas pada kenaikan harga, jika pada bulan-bulan biasa harga tenong Rp 40 ribu per buah, kini naik menjadi Rp 50 ribu hingga Rp 60 ribu per buah. Tentu saja ini menjadi berkah bagi para perajin tenong di Banjarnegara.
Tak hanya dari Banjarnegara, psanan tenong juga datang dari luar Banjarnegara, biasanya mereka menjadi dan memesan melalui online dengan jumlah tertentu. “Banyak juga pesanan dari luar Banjarnegara,” katanya.
Biasanya, permintaan akan tenong datang melalui akun media sosial, pesanan dari luar kota biasanya dalam jumlah besar, sehingga membutuhkan waktu dalam proses pembuatan, terlebih pembuatan tenong dilakukan secara manual oleh para perajin.

 
 
 
 
 
 
 