
SEPUTARBANYUMAS.COM-Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen menegaskan bahwa tradisi ro’an di kalangan santri bukanlah bentuk pemaksaan, melainkan sarana pendidikan akhlak dan pembentukan karakter. Melalui kerja bakti dan gotong royong, para santri diajak untuk meneladani nilai-nilai kepedulian, kebersamaan, dan keberkahan dalam kehidupan sehari-hari.
Hal itu disampaikan Gus Yasin, sapaan akrabnya, usai membuka rangkaian peringatan Hari Santri Nasional Tingkat Jawa Tengah, di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’in, Desa Jambearum, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Jumat (17/10/2025).
“Ro’an adalah pendidikan yang bukan hanya berisi ilmu, tetapi juga akhlakul karimah dan etika. Ini bukan pemaksaan seperti di zaman feodal, melainkan bagian dari pembelajaran setiap santri. Termasuk saya dan kakak saya juga pernah melakukannya,” ujar Gus Yasin.
Dalam kegiatan bertajuk “Resik-resik Pondok (Ro’an) dan Bersatu Siaga (Bersih Desa Tampung Aspirasi Warga) Bersama Gubernur Jawa Tengah dan Bupati Kendal”, Gus Yasin turut bergotong royong bersama ratusan santri membersihkan lingkungan pondok pesantren.
Makna Filosofis di Balik Ro’an
Lebih jauh, Gus Yasin menjelaskan bahwa istilah ro’an berasal dari bahasa Arab tabarrukan yang berarti “mengharap berkah”. Istilah itu kemudian disingkat menjadi rukan, dan selanjutnya populer di kalangan santri sebagai ro’an.
“Bagi santri, ro’an adalah kerja bakti membersihkan lingkungan pondok secara gotong royong. Ini bukan hanya tradisi lokal, tapi juga bagian dari pembelajaran moral yang juga dilakukan di Mesir dan Arab Saudi,” jelasnya.
Gus Yasin bahkan menuturkan pengalamannya saat menempuh pendidikan di Suriah, di mana setiap hari ia harus mencuci hingga 300 piring makan santri selama 3-4 jam.
“Bayangkan saat musim dingin, suhu bisa minus dua derajat. Tapi itulah bentuk latihan kesabaran dan keikhlasan,” kenangnya.

Refleksi Nilai Hari Santri
Melalui momentum Hari Santri Nasional, Gus Yasin mengajak seluruh santri untuk merefleksikan kembali semangat resolusi jihad dengan cara membangun bangsa dan merawat negeri. Ia menilai, ro’an menjadi simbol nyata kepedulian santri terhadap lingkungan dan kehidupan sosial.
“Santri harus menjadi teladan dalam kepedulian dan kebersamaan. Melalui ro’an, kita belajar bagaimana membangun masyarakat dengan akhlak yang baik,” tegasnya.
Teguran untuk Media
Menanggapi adanya tayangan televisi yang menyinggung soal praktik ro’an di pesantren, Gus Yasin menyayangkan pemberitaan yang tidak berimbang. Ia menekankan agar setiap media menjalankan kode etik jurnalistik dan menampilkan informasi berdasarkan fakta lapangan.
“Tayangan kemarin tanpa telaah yang benar tentang apa sebenarnya ro’an. Padahal, ini bagian dari pendidikan moral dan pembentukan karakter santri,” ujarnya.
Dorongan untuk Pemerintah Daerah
Pada kesempatan tersebut, Gus Yasin juga mengajak para kepala daerah di Jawa Tengah untuk memberikan dukungan konkret kepada pondok pesantren. Salah satunya dengan memfasilitasi bebas biaya retribusi untuk PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) dan SLF (Sertifikat Laik Fungsi) sebagai bentuk perhatian terhadap lembaga pendidikan keagamaan.
“Saya mengapresiasi Kabupaten Kudus yang sudah membebaskan biaya PBG dan SLF bagi pembangunan pesantren. Ini contoh nyata dukungan pemerintah terhadap dunia pendidikan Islam,” pungkasnya.
Acara tersebut turut dihadiri Bupati Kendal Diah Kartika Permanasari, Wakil Bupati Benny Karnadi, Kepala Kanwil Kemenag Jateng Saiful Mujab, Pimpinan Ponpes KH Abdul Rahim, serta perwakilan dari 35 kabupaten/kota yang mengikuti kegiatan secara daring.


