
SEPUTARBANYUMAS.COM – Masih banyaknya anak putus sekolah di Kabupaten Cilacap menjadi perhatian serius Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) setempat. Berdasarkan data dari Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Kemendikdasmen, sebanyak 22.094 anak di Cilacap tercatat tidak melanjutkan pendidikan.
Angka tersebut membuka mata banyak pihak bahwa tantangan dunia pendidikan di daerah masih cukup besar, terutama dalam hal pemerataan akses belajar. Kepala Disdikbud Cilacap, Luhur Satrio Muchsin, mengungkapkan bahwa dari jumlah tersebut, baru sebagian yang berhasil diverifikasi langsung oleh petugas di lapangan.
“Data anak tidak sekolah yang ada pada kami sesuai data dari Pusdatin Kemendikdasmen totalnya ada 22.094 anak. Yang sudah kami verifikasi itu jumlahnya 2.439 anak, yang belum terverifikasi masih 19.655 anak. Ini data terakhir individu per wilayah,” jelas Rio, Sabtu (19/7/2025).
Rio menyebut, proses verifikasi dilakukan oleh penilik sekolah di setiap wilayah yang bergerak door to door untuk memastikan kondisi anak-anak tersebut.
“Penilik sekolah kita fungsikan untuk bergerak langsung, artinya bahwa ini kita ada data, coba diklarifikasi langsung ke lapangan,” ujarnya.
Dari total jumlah itu, sekitar 10.751 anak tercatat sebagai DO (dropout) atau putus sekolah, dengan tingkat usia dan jenjang pendidikan yang beragam.
Lebih lanjut, Rio mengungkapkan bahwa langkah awal yang dilakukan Disdikbud adalah mengerahkan tim penilik dan koordinator wilayah (korwil) untuk melakukan penyisiran, pendataan ulang, serta pembinaan kepada anak-anak tersebut agar bersedia kembali sekolah.
“Kadang ada juga yang memang betul-betul tidak mau sekolah, karena keinginannya lebih memilih untuk langsung bekerja,” lanjut Rio.
Namun, Disdikbud tak berhenti di situ. Pihaknya mulai memikirkan terobosan kebijakan dengan menggandeng pemerintah desa melalui dana bagi hasil pajak dan retribusi daerah (DBHPRD).
“Pemda itu sebenarnya ada yang namanya dana bagi hasil pajak dan retribusi untuk desa. Itu peruntukannya bisa berdasarkan Peraturan Bupati. Bisa saja nanti desa wajib menganggarkan 20 persen dari dana yang diterima untuk pengentasan anak tidak sekolah,” tuturnya.
Anggaran tersebut nantinya akan dialokasikan untuk mendukung anak-anak putus sekolah agar bisa mengikuti program pendidikan kesetaraan melalui PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat). Pelaksanaannya bisa dilakukan di balai desa dengan durasi selama satu tahun.
“Nanti rembug dengan PKBM, kira-kira satu orang selama satu tahun anggarannya berapa. Tahun kedua, anak yang ikut PKBM akan mendapat BOP (biaya operasional pendidikan), jadi tidak perlu biaya dari desa lagi,” tambah Rio.
Ia menekankan bahwa wacana ini perlu pembahasan lebih lanjut dengan berbagai pihak, namun ia yakin jika dijalankan serius, akan menjadi solusi jangka panjang.
“Menurut saya ini hal yang baik. Kepala desa juga akan merasa dilibatkan langsung, dan kami di pemerintah daerah sangat terbantu,” pungkasnya.
Langkah ini diharapkan dapat mengurangi angka anak tidak sekolah secara bertahap, sekaligus membuka akses pendidikan bagi semua anak di Cilacap tanpa terkecuali.

 
 
 
 
 
 
 