
SEPUTARBANYUMAS.COM – Transformasi pemasyarakatan di Jawa Tengah kini tidak lagi sekadar wacana. Di balik jeruji, ratusan warga binaan justru menata masa depan mereka melalui pelatihan kerja produktif yang hasilnya telah menembus pasar ekspor internasional. Mulai dari ikan nila hingga batik dan olahan roti, semuanya lahir dari tangan-tangan yang dulunya tersisih dari masyarakat.
Hal ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XIII DPR RI yang digelar di Kota Semarang pada Minggu (20/07/2025), sebagai bagian dari kunjungan kerja spesifik ke Provinsi Jawa Tengah. RDP tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi XIII, Rinto Subekti, dan dihadiri oleh jajaran pejabat pemasyarakatan dan keimigrasian serta para Kepala UPT Pemasyarakatan dan Imigrasi se-Jawa Tengah.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Jawa Tengah, Mardi Santoso, memaparkan sederet capaian konkret transformasi sistem pemasyarakatan di wilayahnya. Menurutnya, pelatihan bagi warga binaan tak lagi bersifat simbolis, tapi menyasar pada kemandirian nyata.
“Pembinaan tidak boleh hanya menjadi slogan. Kita harus memberi bekal nyata agar mereka mampu hidup mandiri menjalani masa pidana,” tegas Mardi.
Salah satu program unggulan adalah pelatihan agribisnis di Lapas Terbuka Kelas IIB Kendal yang menghasilkan ribuan ekor ayam kampung unggulan, puluhan ribu ikan nila salin, dan panen jagung dalam jumlah tonase.
Sementara di bidang keterampilan, produk seperti batik tulis, sulam pita, tas rajut, hingga roti buatan warga binaan kini telah dipasarkan ke Korea Selatan, Kanada, dan bahkan Vatikan.
Namun transformasi ini tak hanya berhenti di bidang ekonomi. Mardi juga menekankan pentingnya menjaga keamanan dan ketertiban di dalam lapas. Bersama TNI, Polri, dan BNN, jajaran pemasyarakatan secara rutin melakukan penggeledahan, tes urin mendadak, hingga mencegah penyelundupan narkotika di dalam lembaga pemasyarakatan.
“Kami terbuka terhadap kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat. Pemasyarakatan adalah tanggung jawab bersama, dan keberhasilan pembinaan hanya bisa tercapai melalui sinergi yang kuat,” tambahnya.
Dukungan dari legislatif pun mengalir. Rinto Subekti menyatakan apresiasinya terhadap keterbukaan dan inovasi pembinaan yang diterapkan jajaran pemasyarakatan Jateng.
“Kami mendorong agar jajaran pemasyarakatan dan imigrasi terus menjalin kerja sama dan berinteraksi aktif dengan pemerintah daerah setempat. Kolaborasi lintas sektor sangat penting untuk kemajuan sistem pemasyarakatan dan pelayanan keimigrasian di Jawa Tengah,” tegasnya.
Rapat ini menjadi bukti bahwa pemasyarakatan di Jawa Tengah tidak lagi hanya tentang pengawasan dan hukuman, tetapi tentang restorasi, keterampilan, dan kemandirian. Dari balik jeruji, kini tumbuh harapan baru, warga binaan tak lagi dihitung masa lalunya, tetapi disiapkan untuk masa depan yang lebih baik.

 
 
 
 
 
 
 