
SEPUTARBANYUMAS.COM-Masalah sedimentasi bukan hanya tanggungjawab dari pemerintah daerah maupun pusat, namun butuh keterlibatan semua pihak, termasuk peranan dari Perhutani selaku pengelola lahan hutan milik pemerintah.
Munculnya sedimentasi yang terjadi di Waduk Mrica disebabkan banyaknya lahan gundul yang terjadi di hulu sungai. Tak hanya itu, penggundulan lahan ini juga menjadikan daerah tersebut rawan akan kekeringan dan longsor.
Sosiolog Universitas Indonesia, Imam Prasodjo mengatakan, akibat penggundulan lahan ini, sedimentasi waduk Mrica sudah mencapai 4 juta meter kubik per tahun, sementara kemampuan pengerukan sidimentasi di Waduk Mrica hanya mampu pada kapasitas 1 juta meter kubik per tahun.
Dengan begitu, keberadaan waduk semakin terancam, tidak hanya untuk keberlangsungan pembangkit listrik, tetapi juga pada pertanian, sebab keberadaan waduk ini menjadi nadi pengendali air pertanian, termasuk penopang keselamatan masyarakat di wilayah hulu hingga hilir Sungai Serayu.
“Waduk Mrica ini tidak hanya sekadar pembangkit listrik energi terbarukan, tetapi juga berfungsi sebagai pengendali banjir. Jika sampai jebol, maka dampaknya akan sangat luas dan bisa mengancam ribuan warga,” kata Imam Prasodjo.
DAS Serayu
Dengan kondisi waduk yang semakin memprihatinkan, maka butuh perhatian semua pihak, termasuk dari Perhutani yang harus lebih serius dalam menjaga kawasan hutan, khususnya yang berada di sekitar DAS Serayu. Kerusakan hutan menjadi salah satu faktor utama meningkatnya sedimentasi di Waduk Mrica.
“Hutan ada yang lindung, ada yang konservasi, ada juga yang produksi. Tapi untuk wilayah-wilayah kritis seperti di sini, Perhutani harus bekerja lebih dari biasanya. Kalau hutan rusak, waduk akan menanggung beban sedimen yang semakin berat,” ujarnya.
Kerusakan hutan yang terjadi di DAS Serayu ini tidak hanya berdampak pada Waduk Mrica, sehingga permasalahan ini tidak hanya menjadi masalah lokal, tetapi menyangkut ketahanan energi nasional. Saat ini mayoritas energi Indonesia masih mengandalkan sumber tak terbarukan seperti minyak dan batu bara. Kehilangan Waduk Mrica berarti kehilangan salah satu sumber energi ramah lingkungan.
Untuk itu, sangat penting untuk melakukan penyelamatan DAS Serayu yang meliputi lima kabupaten yaitu Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, dan Cilacap. “Serayu adalah urat nadi kehidupan lima kabupaten. Kalau waduk jebol, dampaknya bisa dirasakan luas, bahkan sampai Banyumas dan Cilacap,” katanya.
Penyelamatan Waduk Mrica tidak cukup hanya mengandalkan pemerintah pusat melalui kementerian terkait, namun juga harus melibatkan semua unsur, mulai dari masyarakat, pemerintah daerah, hingga aparat keamanan.
“Jangan hanya mengharapkan otoritas formal. Kita punya otoritas sosial dan informal. Semua pihak harus bergerak. Posko penyelamatan akan percuma jika warga tidak ikut terlibat,” katanya.
Sejumlah Wilayah Hutan Sudah Rusak
Berdasarkan data yang ada, sejumlah lahan di wilayah serapan sudah mengalami kerusakan yang cukup parah, seperti halnya luasan hutan yang berubah menjadi lahan pertanian di Desa Balun, Kecamatan Wanayasa, dimana di wilayah tersebut terdapat 212 hektare lahan hutan menjadi pertanian. Desa Wanaraja (197 ha), Desa Jatilawang (143 ha), Desa Tempuran (129 ha), dan Desa Wanayasa (8,8 ha).
Ironisnya, lahan tersebut sebagian besar berada di kawasan hutan milik negara yang dikelola oleh Perhutani. Untuk itulah Sosiolog UI ini meminta Perhutani lebih serius dalam menjaga hutan.
“Kami menemukan fakta bahwa hutan-hutan itu dialihfungsikan dan tidak dijaga dengan baik. Mestinya ada tindakan tegas karena ini menyangkut keberlanjutan lingkungan,” katanya.


