
SEPUTARBANYUMAS.COM – Pemerintah Kabupaten Cilacap terus berinovasi di sektor pertanian dengan mengembangkan varietas padi tahan salinitas, Biosalin 2. Uji coba atau demplot varietas unggul ini telah memasuki tahap evaluasi masa tanam kedua (MT 2) dan menjadi langkah nyata dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan di wilayah pesisir selatan.
Pengkajian dilakukan di dua lokasi, yaitu Desa Ujungmanik, Kecamatan Kawunganten dan Desa Bulupayung, Kecamatan Patimuan, yang dikenal memiliki lahan dengan kadar garam tinggi. Evaluasi hasil demplot dilaksanakan di Ruang Rapat Lantai 2 Bappeda Kabupaten Cilacap, Jumat (24/10/2025), dan dibuka langsung oleh Plt. Kabid Riset dan Inovasi Bappeda Cilacap, Harri Kundiarto.
Dalam sambutannya, Harri menegaskan bahwa pengkajian ini merupakan bentuk penerapan teknologi pertanian inovatif di tingkat daerah.
“Kegiatan penelitian demplot merupakan penerapan teknologi pertanian inovatif yang bertujuan meningkatkan produktivitas padi dan pendapatan petani, serta mendukung visi-misi Bupati dan Wakil Bupati dalam percepatan ketahanan pangan,” jelasnya.
Demplot dilakukan oleh tim penyuluh pertanian lapangan (PPL) dari Kecamatan Kawunganten dan Bulupayung dengan tiga perlakuan berbeda — versi petani, versi BRIN, dan versi CV Pendawa Kencana Multifarm. Setiap dua minggu, tim melakukan pengamatan terhadap tujuh parameter utama untuk menilai performa Biosalin 2 di lapangan.
Kegiatan ini turut menghadirkan narasumber dari kalangan akademisi dan peneliti, di antaranya Prof. Suprayogi, Guru Besar Pemuliaan Tanaman Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED), serta Dr. Tri Martini Patria dan Dr. Vina Eka Aristya dari BRIN yang hadir secara daring.
Dr. Tri Martini menilai Cilacap menjadi daerah pionir dalam pengkajian padi tahan garam di kawasan selatan Jawa Tengah.
“Cilacap merupakan daerah pertama di kawasan selatan yang mengkaji varietas Biosalin 1 dan 2. Meskipun banyak lahan terdampak rob, strategi pemanfaatannya perlu terus dikembangkan agar Jawa Tengah dapat menjadi lumbung pangan nasional,” ujarnya.
Sementara itu, Dr. Vina Eka Aristya mengapresiasi hasil uji coba Biosalin 2 yang dinilai sangat baik. “Hasilnya menjanjikan. Varietas Biosalin 2 terbukti mampu tumbuh optimal di lahan salin. Ke depan, pengembangan benih mandiri oleh petani sangat penting agar penanaman bisa berkelanjutan,” katanya.
Guru Besar UNSOED, Prof. Suprayogi, menambahkan bahwa Biosalin 1 dan Biosalin 2 merupakan hasil pemuliaan tanaman dengan metode induksi mutasi menggunakan radiasi sinar gama, bukan hasil persilangan.
“Varietas ini dirancang untuk tumbuh di lahan dengan kadar garam tinggi, seperti wilayah pesisir dan lahan yang kerap terkena air rob. Ini solusi nyata bagi lahan marginal yang sebelumnya sulit ditanami padi biasa,” tuturnya.
Dalam sesi diskusi, antusiasme peserta terlihat tinggi. Para penyuluh dan undangan aktif bertanya seputar potensi, kendala, dan strategi pengembangan Biosalin 2. Bahkan, peserta juga berkesempatan melihat langsung contoh gabah dan beras hasil panen. Dari hasil pengamatan, beras Biosalin 2 memiliki bulir lebih kecil dengan warna putih bersih.
Melalui evaluasi ini, Bappeda Cilacap berharap hasil pengkajian dapat menjadi dasar dalam mengambil langkah strategis, baik dari sisi performa agronomis, dampak sosial-ekonomi bagi petani, maupun tingkat adopsi varietas Biosalin 2. Harapannya, inovasi ini bisa menjadi terobosan besar bagi pertanian pesisir dan menjadikan Cilacap sebagai contoh sukses pengembangan padi tahan salin di Indonesia.



