BARI balik kesejukan udara pegunungan Kalibening, aroma khas daun teh sangrai atau teh sangan menyeruak dari dapur-dapur warga Desa Bedana. Di desa yang terletak di lereng perbukitan Banjarnegara ini, tradisi mengolah teh secara manual masih terus dijaga hingga kini.
Proses pengolahan teh sangan ini masih dilakukan secara tradisional, yankni dengan menyangrai daun teh di atas tungku kayu bakar, bukan hanya sekadar pengolahan yang menggunakan cara lama, melainkan warisan budaya yang melahirkan cita rasa dan aroma teh yang begitu khas.
Cara ini masih dipertahankan oleh Tohir, bahkan hingga saat ini Tohir yang juga petani teh asal Desa Bedana ini masih menekuni proses pengolahan teh secara tradisional. Ia masih setia mempertahankan cara lama yang diwariskan dari keluarganya sejak 30 tahun lalu.
“Teh sangan ini prosesnya masih tradisional, pakai tungku kayu bakar. Dari situ muncul rasa dan aroma yang berbeda dibanding teh pabrikan,” ujarnya.
Dengan wajan tanah liat yang dipanaskan di atas api kayu, Tohir menghasilkan berbagai varian teh unggulan, mulai dari teh hijau, teh merah, teh putih, hingga teh mesra, racikan khusus dengan tambahan rempah seperti jahe, nanas, dan daun kemukus.
“Teh putih termasuk premium karena diambil dari pucuk daun dan dipetik di waktu tertentu. Kalau teh mesra itu racikan khusus untuk kaum perempuan,” jelasnya.
Perkebunan Teh Seluas 20 Hektare di Lereng Kalibening
Sekretaris Desa Bedana, Desi Kurniawati, menyebut bahwa teh merupakan salah satu sumber penghidupan utama masyarakat setempat. Lebih dari 20 hektare lahan di desa tersebut ditanami teh dan dikelola secara turun-temurun oleh para petani lokal.
“Teh sangan menjadi komoditas unggulan dan sumber ekonomi utama warga Bedana. Tradisi ini sudah berjalan puluhan tahun,” ujarnya.
Kini, meski proses produksinya masih manual, teh sangan dari Desa Bedana Kalibening telah berkembang menjadi produk unggulan desa. Tak hanya dijual di Banjarnegara, teh khas ini juga telah menembus pasar luar daerah seperti Pekalongan, Semarang, Yogyakarta, hingga Bandung.
“Yang paling sering itu ke Pekalongan. Tapi sekarang juga sudah sampai ke Bandung dan Yogyakarta lewat kemitraan,” katanya.
Inovasi dan Branding Lokal: Rahasia Bertahannya Teh Sangan Bedana
Di tengah gempuran produk modern, inovasi menjadi kunci bertahannya teh tradisional Bedana. Melalui UMKM Bedana Maju, para petani berkreasi menciptakan berbagai varian rasa dan aroma alami tanpa bahan kimia.
“Kami terus eksplorasi rasa teh. Ada teh hitam, hijau, merah, putih, dan kombinasi dengan bahan lokal seperti nanas, jahe, dan daun kemukus,” ujarnya.
Cita rasa alami hasil sangrai manual menjadikan Teh Sangan Bedana Kalibening tak sekadar minuman, tetapi juga simbol kekayaan alam dan kearifan lokal Banjarnegara. Di tengah tren gaya hidup sehat dan minuman herbal alami, teh ini semakin diminati oleh generasi muda dan wisatawan yang berkunjung ke daerah pegunungan.
Teh Sangan Bedana, Tradisi Turun Temurun Dengan Aroma Menggoda
Di setiap cangkir teh sangan Bedana tersimpan kisah panjang tentang ketekunan, tradisi, dan kehangatan masyarakat lereng Kalibening. Bagi Tohir dan para petani lainnya, teh bukan sekadar komoditas ekonomi, melainkan bagian dari identitas dan kebanggaan desa mereka.
Dengan kekayaan rasa, inovasi rasa herbal, dan branding lokal yang kuat, Teh Sangan Bedana Kalibening kini mulai dikenal lebih luas. Dari dapur sederhana di perbukitan Banjarnegara, aroma khasnya kini perlahan menembus batas daerah, bahkan merambah pasar nasional.



