Sejarah masuknya Islam di Kabupaten Banjarnegara menjadi bagian penting dari perjalanan panjang penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Perkembangan Islam di wilayah ini tidak terlepas dari pengaruh perdagangan, peran para ulama, hingga tokoh lokal yang memperkenalkan ajaran Islam dengan pendekatan sosial dan budaya.
Menurut catatan sejarah, Islam mulai masuk ke tanah Jawa sekitar abad ke-11 melalui jalur perdagangan di pesisir utara. Dari kawasan tersebut, ajaran Islam perlahan menyebar ke pedalaman, termasuk ke wilayah Banjarnegara yang saat itu dikenal sebagai daerah agraris dengan aktivitas ekonomi yang ramai.
Peran Wali Songo dan Jalur Perdagangan
Penyebaran Islam di Jawa berkembang pesat berkat peran Wali Songo, para penyebar Islam legendaris yang berdakwah dengan cara damai dan penuh kearifan lokal. Melalui pendekatan budaya seperti kesenian, pertanian, dan pendidikan, ajaran Islam diterima dengan terbuka oleh masyarakat.
Begitu pula di Banjarnegara, sejarah masuknya Islam melalui jalur perdagangan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh penting seperti Pangeran Giri Wasiat dan Pangeran Giri Pit, dua putra dari Sunan Giri, salah satu anggota Wali Songo.
Kehadiran kedua tokoh ini membawa pengaruh besar terhadap perkembangan Islam di wilayah Banjarnegara, terutama di daerah utara yang memiliki hubungan erat dengan jalur perdagangan pesisir Jawa.
“Banjarnegara memiliki posisi strategis karena berdekatan dengan wilayah pesisir utara seperti Pekalongan. Hal itu membuat Islam mudah berkembang melalui interaksi para pedagang dan ulama,” kata seorang pemerhati sejarah lokal.
Tokoh Lokal dan Penyebaran Melalui Pertanian serta Pendidikan
Selain melalui jalur perdagangan, perkembangan Islam di Banjarnegara juga banyak dipengaruhi oleh tokoh lokal. Salah satunya adalah Ki Ageng Bramasari, yang berdakwah di wilayah barat Banjarnegara, tepatnya di Kecamatan Susukan. Ia dikenal menyebarkan Islam dengan cara unik, yakni melalui sektor pertanian dan pendekatan budaya lokal yang kala itu masih kental dengan pengaruh Hindu dan Buddha.
Tokoh lain yang berperan penting adalah Ki Ageng Chasan Besari, pendiri Masjid Ki Ageng Chasan Besari di Desa Gumelem, Kecamatan Susukan. Masjid ini menjadi pusat kegiatan keagamaan dan pendidikan Islam pada abad ke-17, serta menjadi simbol kejayaan Islam di wilayah Banjarnegara bagian barat.
Selain itu, pada awal abad ke-20 berdiri Darul Maarif Banjarnegara yang didirikan pada tahun 1918 oleh Muhammad Fadhlullah Suhaimi, seorang ulama asal Singapura. Lembaga ini memperkuat penyebaran Islam melalui jalur pendidikan formal di masa kolonial.
Tokoh lain seperti Ki Ageng Maliu juga turut berperan dalam pendirian Desa Banjar di tepi Kali Merawu yang kini dikenal sebagai Desa Banjar Kulon, Kecamatan Banjarmangu. Dari sinilah pusat pengembangan Islam di bawah pimpinan Pangeran Giri Pit berkembang pesat.

Bukti Sejarah yang Masih Terjaga
Hingga kini, beberapa peninggalan sejarah masih menjadi saksi bisu penyebaran Islam di Banjarnegara.
Di antaranya adalah:
- Masjid Ki Ageng Chasan Besari: Masjid kuno ini, didirikan sekitar tahun 1559 M (abad ke-16), yang ada di Desa Gumelem, Kecamatan Susukan, merupakan salah satu saksi sejarah kejayaan Islam di Banjarnegara. Masjid ini memiliki arsitektur unik dengan 16 tiang penyangga (saka) yang terbuat dari kayu jati tanpa menggunakan paku, menunjukkan metode pembangunan tradisional yang sarat makna filosofis.
- Situs Sejarah dan Makam: Selain masjid, terdapat situs-situs dan makam kuno di beberapa desa, seperti di Dusun Dagan, Desa Badakarya, Kecamatan Punggelan, yang menjadi penanda adanya aktivitas penyebaran Islam di masa lampau.
Perkembangan di Masa Kolonial dan Awal Kemerdekaan
Memasuki abad ke-20, Banjarnegara juga menjadi tempat berkembangnya organisasi Islam modern seperti Syarikat Islam (SI) pada tahun 1913. Gerakan ini menandai babak baru dalam perjalanan sejarah masuknya Islam di Banjarnegara, yang tidak hanya berfokus pada dakwah, tetapi juga pada pemberdayaan sosial dan ekonomi umat.
Tokoh penting lainnya, K.H. Abdul Fatah, dikenal aktif dalam menyebarkan Tarekat Naqsabandiyah, yang menjadi bagian dari dinamika spiritual masyarakat Banjarnegara di awal abad ke-20.
Warisan Islam yang Hidup Hingga Kini
Jejak sejarah masuknya Islam di Banjarnegara bukan sekadar kisah masa lalu, tetapi menjadi fondasi bagi kehidupan religius masyarakat hingga hari ini. Nilai-nilai dakwah damai, gotong royong, serta akulturasi budaya masih terasa dalam kehidupan sosial dan tradisi keagamaan masyarakat Banjarnegara.
Secara keseluruhan, sejarah masuknya Islam di Banjarnegara adalah proses bertahap yang melibatkan tokoh-tokoh lokal berpengaruh dan meninggalkan warisan budaya serta situs bersejarah yang masih dapat dilihat hingga kini.



